Category: Sekadar Cerita

Apakah Kamu Selalu Mencatat?

Mestinya aku begitu. Namun, harus diakui, aku kurang rajin mengarsip. Ketika bukti terbit datang, aku baca sekilas lalu kuletakkan di rak. Sekarang masih mendingan, ada satu bagian rak yang kusisihkan khusus untuk buku yang kukerjakan. Beberapa waktu lalu, aku mencampurnya dengan buku-buku lain. Payah memang.

Kemarin seorang teman mengirim pesan di grup, menanyakan siapa yang bisa membantunya menerjemah. Aku ragu untuk mengontak karena pertama, ada pekerjaan yang belum selesai dan butuh waktu agak lumayan untuk menggarapnya; kedua karena ada permintaan menyertakan contoh terjemahan. Nah lho!

Jadi, kupikir aku mesti sedikit meningkatkan kadar rajinku untuk mengunggah bukti terjemahan atau suntingan.

Setelah pos ini, aku akan mencoba mencicil bukti terbitku. Paling tidak sebagai pengingat untuk diriku sendiri.

Apakah Kamu Cukup Berani untuk Memajang Tulisanmu?

Menulis itu butuh keberanian. Tidak hanya soal keterampilan dan isi, tetapi untuk menampilkan sebuah tulisan, butuh keberanian. Berani untuk malu, berani menerima kritik, berani diremehkan, dan seterusnya.

Beberapa teman rajin memuat postingan yang cukup panjang di FB. Kadang aku berpikir, kenapa mereka tidak menulis blog saja? Dengan blog, kita bisa menuangkan ide lebih banyak. Iya, sih FB sekarang juga bisa memajang tulisan yang cukup panjang, tetapi aku lebih suka menulis di blog dibanding di FB atau media sosial lain.

Dari tulisan-tulisan yang dipajang teman-temanku itu aku berpikir, untuk menulis dibutuhkan keberanian. Ini yang sepertinya tidak kupunyai. Mereka kadang menampilkan cerita yang kadang memalukan, tetapi tetap menarik.

Sementara itu, aku lebih suka menulis pendek-pendek saja di media sosial. Sisanya kupajang di blog yang lebih sering kudiamkan saja karena aku tidak suka tulisanku menjadi terlalu viral dan akhirnya berujung pada komentar-komentar pribadi yang juga ikut viral.

Kamu sendiri, apakah lebih suka menulis di akun media sosial dan senang kalau tulisan itu jadi viral?

 

Koleksi Kamus Eka Bahasa

Aku mengenal kamus eka bahasa (Inggris-Inggris) sejak aku SMA. Kamus yang kukenal pertama itu terbitan Oxford, tampangnya jadul, dan itu pun suatu pemberian. Pertama kali mengenalnya, aku antara senang dan bingung. Senang karena aku merasa kamus itu adalah kamus jenis baru yang kukenal. Bingung? Jelas bingung karena aku tidak langsung mendapatkan padanan kata dalam bahasa Indonesia, tapi penjelasan kata tersebut dalam bahasa Inggris. Tapi sesungguhnya hal itu mencerahkan.

Ketika kuliah di Sastra Inggris, aku mulai cukup sering memakai kamus eka bahasa. Waktu itu banyak temanku yang membeli kamus eka bahasa keluaran baru. Aku lupa terbitan mana, tapi seingatku Oxford juga. Aku tidak ikut membeli kamus yang baru karena aku bisa memakai kamus jadul yang kupunyai itu. Ketika kuliah aku berusaha seirit mungkin dalam mengeluarkan uang. Aku tidak ingin terlalu sering minta uang pada orang tuaku. Dan lagi, ketika itu aku beberapa kali mendapat lungsuran atau pinjaman buku dari kakak kelas yang tinggal di asrama. Itu salah satu keuntungan tinggal di asrama. 🙂 Namun, kadang aku agak menyesal juga tidak membeli beberapa buku diktat kuliah. Aku beli dan kadang fotokopi beberapa buku sih, tapi tidak selengkap teman-temanku yang lain.

Ketika lulus dan mulai bekerja di sebuah penerbitan, aku membeli sebuah kamus eka bahasa keluaran Longman. Menurutku saat itu, kamus tersebut adalah kamus paling keren yang aku miliki. Kamus itu disertai CD, jadi sangat praktis kupakai saat aku memakai komputer. Kamus itu kupakai sampai sekarang.

Selain kamus keluaran Longman, aku pernah mendapat kamus eka bahasa Merriam-Webster. Kamus ini juga pemberian. Awalnya sebetulnya aku nitip sepupuku untuk dibelikan kamus. Tapi ternyata dia tidak mau diganti uangnya. 😀 Pernah juga aku mendapat kamus eka bahasa yang disertai thesaurus. Selain itu, aku membeli dua kamus thesaurus, yang satu ukuran saku, yang satu lagi lebih besar. Keduanya keluaran Oxford. Sengaja aku beli kamus saku supaya bisa dibawa-bawa saat bepergian. Pernah aku iseng membawa kamus saku tersebut untuk kubaca-baca dalam bus kota. 😀

Beberapa waktu yang lalu aku terbujuk untuk membeli kamus eka bahasa keluaran Oxford edisi 8. Kabarnya kamus ini terdapat penambahan kata-kata baru. Akhirnya, setelah kutimbang-timbang, akhirnya aku beli juga. Jadi aku sekarang memakai kamus Longman dan Oxford untuk bekerja di rumah (offline).

Bujukan kedua untuk membeli kamus muncul kembali ketika aku tahu ada kamus Oxford Collocations. Kamus sangat membantu jika kita hendak menulis dalam bahasa Inggris. Kamus ini semacam panduan untuk mencari pasangan kata yang pas sehingga ketika kita membuat kalimat jadi terdengar wajar. Misalnya, kata house biasanya ditemani kata sifat: beautiful, comfortable, elegant, fancy, dll.

Aku merasa terbantu dengan kedua kamus Oxford terakhir yang kumiliki itu. Pertama, jelas dalam kamus itu kita bisa menemukan penjelasan arti suatu kata. Jadi kita lebih bisa menangkap “rasa” suatu kata. Yang kedua, masing-masing kamus itu disertai latihan. Asyik lo iseng-iseng mencoba latihan yang ada pada dua kamus itu.

Kurasa seorang penerjemah (dan penulis) perlu memiliki kamus eka bahasa yang bisa diandalkan. Memang di internet kita bisa melongok berbagai kamus eka bahasa. Namun, tidak selamanya kita bisa membuka internet kan? Nah, kamus eka bahasa apa yang kamu miliki?

Setahun Kemarin, Ngapain Saja?

Menurutku itu adalah pertanyaan yang gampang-gampang sulit untuk dijawab. Mungkin bisa dibilang, tahun kemarin adalah tahun galau, tapi sudah mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Dan perbaikan itu baru mulai terjadi di pengujung tahun.

Agak sulit bagiku untuk menjelaskan secara detail mengapa hal itu bisa terjadi. Namun, intinya adalah berkaitan dengan kondisi fisikku yang tidak prima. Aku ada masalah hormonal. Sebetulnya bisa dibilang sepele, tapi sangat mengganggu. Dan memang mengganggu pekerjaanku sih karena aku belum menemukan pengobatan yang pas. Hal itu membuatku bingung dan stres. Tapi untunglah tangan Tuhan selalu menolong dan akhirnya aku bertemu dengan dokter yang bisa membantuku mengatasi masalahku. Puji Tuhan.

Mengingat tahun kemarin, aku seperti menyaksikan bagaimana Tuhan masih memakai diriku–yang sama sekali tidak sempurna dan bandelnya setengah mati ini. Tuhan masih saja memberiku rejeki dengan memberiku pekerjaan. Sungguh, kini aku melihat bahwa pekerjaan-pekerjaan yang diberikan Tuhan kepadaku sampai saat ini adalah semata-mata karena kebaikan-Nya.

Tahun kemarin aku memutuskan untuk ikut HPI (Himpunan Penerjemah Indonesia). Untunglah dari pengalamanku menerjemahkan beberapa buku, aku bisa langsung menjadi anggota tetap. Sebelumnya aku agak kurang yakin, gabung HPI nggak ya? Tapi akhirnya aku memutuskan untuk bergabung dan oke juga. Setidaknya aku bisa mendapat wawasan lebih banyak yang memperkaya profesiku sekarang: penerjemah. Aku berharap bisa terus mengasah keterampilan dengan tergabung di HPI.

Setahun kemarin, rasanya tidak terlalu banyak buku yang kuterjemahkan. Namun, ada satu buku yang kuterjemahkan dari Penerbit Kanisius yang sangat mengesankan, judulnya Broken Open. Nanti kalau sudah terbit, aku akan mengulasnya.

Ada beberapa buku anak dari BIP yang kuterjemahkan juga. Aku sangat menerjemahkan buku-buku anak. Sayangnya sampai hari ini aku belum mendapatkan kiriman nomor buktinya.

Di antara buku-buku yang kuterjemahkan, ada buku yang aku merasa kurang puas dalam mengerjakannya. Jujur saja, aku masih merasa berat membicarakannya di sini. Yang jelas, itu adalah pengalaman yang berharga bagiku.

Tahun 2012 kemarin aku mendapat kesempatan ikut Workshop Penerjemahan Sastra, di Erasmus Huis, Kuningan, Jakarta. Lokakarya itu betul-betul memberiku pencerahan. Aku mendapat banyak hal di situ. Dan sepertinya, lokakarya ini membuatku lebih percaya diri dan mengikis kekuranganku yang ada di sana-sini. Aku senang sekali bisa mengikutinya.

Mulai tahun kemarin aku mulai mencoba mengerjakan terjemahan fiksi. Hore. 🙂 Ini termasuk hal baru bagiku. (Sebelumnya aku banyak mengerjakan buku-buku rohani Kristen. Tapi aku masih ingin tetap mendapat proyek terjemahan buku/teks rohani. Bagiku ini adalah suatu bentuk pelayanan.)

Ada lagi satu hal baru yang kukerjakan, yaitu subtitling film. Judul filmnya: Boncengan. Ini adalah film anak-anak yang menceritakan kecurangan yang dilakukan anak-anak saat ikut lomba lari. Film ini diproduksi oleh YSG (Yayasan Sahabat Gloria), yang memang punya kepedulian pada pendidikan anak-anak. Bisa dibilang, mengerjakan subtitling ini gampang-gampang susah (karena aku belum terbiasa sih). Ini adalah film pendek, jadi dialognya tidak panjang. Susahnya adalah karena film kan bahasa lisan (dan beberapa bahasa Jawa), sementara aku lebih sering dengan bahasa tulis. Waktu mengerjakannya, aku berkolaborasi dengan suamiku. Hehehe. Dan, aku senang ketika film ini mendapat penghargaan sebagai film pendek yang mencerminkan kearifan lokal. Yeay!

Tahun 2012 kemarin aku masih diberi kepercayaan oleh YSG untuk menulis komik lanjutan seri BITU. Cerita yang diangkat kali ini adalah tentang tanggung jawab. Belum terbit sih. Ini adalah komik ketiga dari serial BITU. Rencananya komik ini akan diberikan kepada anak-anak sanggar asuhan YSG. Kalau sudah terbit, nanti akan kuulas di sini.

Oya, satu lagi, tahun 2012 kemarin aku menulis renungan anak-anak Footprints dan ada tulisanku yang masuk dalam Renungan Harian. Menulis renungan, meskipun pendek, tapi sangat menantang! 🙂

Tahun 2013 ini aku berharap bisa mengejar ketinggalanku di tahun kemarin. Semangaaat!