(Ini adalah catatan pribadi dari workshop Room to Read & Litara plus obrolan di WA bersama teman-teman. Jadi, bukan sesuatu yang baku, ya.)
Setelah workshop dengan Room to Read & Litara diikuti dengan revisi yang bertubi-tubi, sekarang yang kulakukan adalah menunggu. Menunggu diminta revisi lagi atau menunggu terbitnya? Lihat saja nanti. Mbak editor cantik belum mengontakku lagi. Semoga naskahku baik-baik saja di tangan ilustrator dan editor.
Baiklah, hidup terus berjalan setelah proyek tersebut. Artinya, kalau mau menulis yang lain, lanjutkan sendiri dengan bekal yang sudah didapat di workshop. Untunglah kami punya grup di WhatsApps yang masih membicarakan soal tulis-menulis. Kalau tidak, barangkali aku bisa lupa apa saja yang sudah kupelajari.
Aku mencoba mengingat-ingat kembali langkah-langkah menulis yang kudapat dari workshop. Aku ingat betul, hari pertama dulu, Al (guru kami selama workshop) menunjukkan beberapa foto di layar. Ada sekitar 20-an foto kalau tidak salah. Lalu kami diminta berkumpul dalam kelompok-kelompok. Kami diminta memilih salah satu foto, lalu membuat cerita berdasarkan foto yang kami pilih. Aku tidak akan membicarakan soal cerita yang kami buat. Aku merasa melihat foto lalu membuat cerita adalah salah satu cara yang brilian untuk mendapatkan ide. Kadang kala aku mendengar ada orang berkata, “Bagaimana sih supaya dapat ide?” Kalau sedang buntu dan tidak tahu caranya mendatangkan ide, cara itu bisa dicoba.
Setelah ide didapat, untuk menulis fiksi, yang perlu diperhatikan adalah membuat karakter. Karakter yang kuat akan mempermudah membuat lika-liku cerita, karena karakter yang kuat dapat membangun plot. Jadi, jangan terbalik. Ingat baik-baik: character is plot, plot is character. Cerita dengan karakter yang lemah biasanya buruk. Karakter yang kuat memiliki tiga dimensi: fisik, psikologis, dan sosiologis. Salah satu caraku untuk mendeteksi apakah aku sudah kenal baik dengan karakterku adalah jika aku sudah bisa “mendengar suara” si tokoh. Dengan mengenal “suara”, aku bisa membayangkan seperti apa si tokoh yang kubuat ini. Salah seorang temanku mengatakan, membuat karakter itu seperti kalau kita sedang membicarakan orang lain. Sudah jelas orangnya, masalahnya jelas, poinnya jelas. Misalnya, kita sedang membicarakan Mbak Tukang Sayur yang selalu lewat depan rumah, orangnya sudah jelas itu, kan? Suaranya cempreng, posturnya tinggi besar, punya tahi lalat lima, kulitnya gelap, dan sebagainya, Intinya, kita mesti kenal baik dengan si tokoh. Hidupkan dia sampai benar-benar hidup.
Setelah membuat karakter, mulai pikirkan soal plot. Kalau karakter kita kuat–motivasinya kuat, objective-nya jelas–plot akan dengan mudah kita bangun. Membangun plot itu dimulai dengan menentukan mana bagian Begining – Middle -End dari cerita yang kita buat tersebut. Apakah kita mulai dari tengah, lalu mundur, lalu maju lagi? Atau mulai dari belakang, lalu perlahan-lahan maju? Itu terserah penulis. Tentukan poin-poin pentingnya.
Di workshop lalu, tugas kami adalah menulis picture book setebal 24 halaman. Untuk tulisan yang kelihatannya pendek begitu, kami diminta membuat versi cerpennya. Bagi sebagian orang, cara ini terlalu lama. Tapi bagiku, ini justru lebih membantu. Jadi, aku bisa “meliarkan” pikiran dan bebas mau menuangkan kata-kata. Cerpen ini bisa membantu ilustrator nantinya.
Cerpen selesai, kemudian mulai menentukan action mana yang akan dipakai dalam buku. Ini saatnya memilah-milah adegan. Bagiku, ini bagian yang sulit karena ibaratnya, mesti menyaring sari-sarinya.
Pada proses membuat cerpen dan memilah action, kita perlu melihat alur logika dan emosi. Jangan sampai terjadi perubahan emosi yang mendadak. Misalnya, anak yang semula bersikeras pengen sepeda, setelah dibilang orangtuanya tidak punya uang, dia langsung bisa menerima kenyataan dengan lapang dada. Kalau ini yang terjadi, ini menandakan karakter yang lemah, motivasinya tidak kuat. Oya, jangan lupa perhatikan alur logika.
Untuk menulis cerpen, cerbung, atau novel, kita bisa menghilangkan proses memilah action. Kita bisa langsung menulis setelah merancang karakter dan menentukan poin-poin penting yang akan dimunculkan dalam cerita.
Nah, selanjutnya mulailah menulis dan selesaikanlah! Sebaiknya endapkan cerita setelah kita menulisnya. Dengan mengendapkan cerita, biasanya kita bisa memolesnya menjadi lebih baik.